PAPER KONSERVASI PENYU DI
ACEH
BAB 1. LATAR BELAKANG
Biologi
Konservasi merupakan bagian dari ilmu biologi dengan latar multi disiplin ilmu
yang bertujuan mempelajari permasalahan di bidang keragaman hayati serta
bagaimana memecahkan permasalahan tersebut. Tujuan utama biologi konservasi
adalah untuk memelihara tiga aspek penting kehidupan bumi: 1) Keragaman hayati
yang terdapat dalam system kehidupan (keragaman hayati); 2) Komposisi,
struktur, dan fungsi system tersebut (keutuhan ekologi); dan 3) Kemampuan
aspek-aspek tersebut dalam menyesuaikan seiring waktu) kesehatan ekologi Ismu Sutanto Suwelo, dkk (1992). Nuitja, I. N. S. (1997) mengemukakan
bahwa Biologi Konservasi bertujuan untuk melindungi dan melestarikan :
1. Keragaman biologi:
keragaman biologi adalah berbagai organisme pada semua tingkatan organisasi,
termasuk gen, spesies, level taksonomi yang lebih tinggi, dan berbagai habitat
dan ekosistem.
2. Keutuhan ekologi:
keutuhan ekologi adalah tingkat di mana sekumpulan organism menjaga keutuhan
komposisinya, strukturnya, dan fungsi seiring waktu relative dibandingkan
sekumpulan lainnya yang belum terganggu oleh aktivitas manusia.
3. Kesehatan ekologi:
kesehatan ekologi adalah ukuran relative kondisi suatu ekosistem berkaitan
dengan kemampuannya menghadapi stress dan menjaga organisasi dan kemampuan
mengatur diri sendiri seiring waktu.
Nilai penting keragaman hayati, keutuhan
ekologi dan kesehatan ekologi
Konservasi alam dipertimbangkan penting atas dasar tiga alasan: 1) nilai intrinsik; 2) nilai instrumental / ekonomis; 3) nilai psikologis (emosional, spiritual). Nilai intrinsic adalah nilai-nilai alami itu sendiri terlepas dari kegunaannya bagi manusia. Nilai instrumental adalah nilai alam berdasarkan kegunaannya bagi manusia, biasanya diukur dalam nilai ekonomis dan jasanya. Sedangkan nilai psikologis adalah nilai alam dalam bentuk kontribusi alam bagi psikologis manusia (esmosional, spiritual, dan estetik) (Ka, U.W.H.T. 2000).
Konservasi alam dipertimbangkan penting atas dasar tiga alasan: 1) nilai intrinsik; 2) nilai instrumental / ekonomis; 3) nilai psikologis (emosional, spiritual). Nilai intrinsic adalah nilai-nilai alami itu sendiri terlepas dari kegunaannya bagi manusia. Nilai instrumental adalah nilai alam berdasarkan kegunaannya bagi manusia, biasanya diukur dalam nilai ekonomis dan jasanya. Sedangkan nilai psikologis adalah nilai alam dalam bentuk kontribusi alam bagi psikologis manusia (esmosional, spiritual, dan estetik) (Ka, U.W.H.T. 2000).
Konsep dasar pemahaman keragaman hayati,
keutuhan dan kesehatan ekologi
Pemahaman akan pentingnya komponen alam yang perlu dipertimbangkan untuk dalam upaya konservasi berdasar pemahaman berbagai konsep kunci biologis, termasuk taksonomi, ekologi, genetic, geografi, dan biologi evolusi. Komponen kunci tersebut adalah: hirarki taksonomi, hirarki ekologis, keragaman genetic, konsep spesies, pertumbuhan populasi, distribusi spesies, komunitas dan ekosistem, stokastik (stokastik adalah kemungkinan suatu individu di alam dapat bertahan hidup dari satu periode ke periode lain), dan kepunahan (hilangnya garis evolusi suatu spesies) (Ismu Sutanto Suwelo. dkk,1992).
Pemahaman akan pentingnya komponen alam yang perlu dipertimbangkan untuk dalam upaya konservasi berdasar pemahaman berbagai konsep kunci biologis, termasuk taksonomi, ekologi, genetic, geografi, dan biologi evolusi. Komponen kunci tersebut adalah: hirarki taksonomi, hirarki ekologis, keragaman genetic, konsep spesies, pertumbuhan populasi, distribusi spesies, komunitas dan ekosistem, stokastik (stokastik adalah kemungkinan suatu individu di alam dapat bertahan hidup dari satu periode ke periode lain), dan kepunahan (hilangnya garis evolusi suatu spesies) (Ismu Sutanto Suwelo. dkk,1992).
Perlindungan dan Restorasi keragaman hayati,
keutuhan ekologi, dan kesehatan ekologi Konservasi sumber daya alam memerlukan
kombinasi berbagai strategi, termasuk perlindungan spesies teracam punah,
pencadangan kawasan ekologi, pengendalian kegiatan manusia yang dapat merusak
ekosistem, restorasi ekosistem, penangkaran, pengendalian spesies bukan asli,
dan pendidikan biologi konservasi. Perlindungan spesies terancam punah. Spesies
dengan resiko kepunahan memerlukan perlindungan dari berbagai eksploitasi dan
hilangnya habitat. Perlidungan spesies dilakukan dengan dengan melakukan
identifikasi factor-faktor yang mengarahkan pada penurunan ukuran populasi
serta penghilangan factor-faktor tersebut. Sistem pencadangan kawasan ekologi.
Kawasan yang ditujukan untuk keperluan konservasi perlu dibentuk dan dikelola
sehingga dapat melindungi suatu ekosistem secara utuh, termasuk perlindungan
terhadap spesies-spesies terancam punah. Kawasan ini merupakan suatu kawasan
yang dikelola dengan tujuan utama untuk perlindungan spesies dari kepunahan,
serta mempromosikan proses-proses ekologi dan evolusi. Efektivitas sistem ini
sangat dipengaruhi berbagai aspek, termasuk tekanan terhadap kawasan, aktivitas
yang dilakukan di dalam kawasan, konektivitas habitat bagi organisme di
dalamnya. Kawasan ini perlu pula dipersiapkan untuk menghadapi dampak perubahan
iklim global yang dapat mengancam spesies yang dilindungi di dalamnya.
Restorasi ekosistem. Ekosistem yang sudah terdegradasi sehingga menyebabkan
terjadinya perubahan fungsi dan perubahan komposisi spesies perlu dilakukan
upaya restorasi terhadapnya sehingga dapat mencapai kondisi sedekat mungkin
dengan kondisi alaminya. Upaya restorasi dapat dilakukan melalui berbagai
aktivitas penghilangan tekanan terhadap ekosistem, penghilangan spesies exotic,
serta restorasi proses-proses ekologi (Yusuf,
a. 2000)
Penyu merupakan salah satu spesies yang
terancam punah, Sebagian orang menganggap penyu adalah salah satu hewan laut yang memiliki banyak kelebihan.
Selain tempurungnya yang menarik untuk cendramata diantaranya ganggang kacamata
mewah, dagingnya lezat ditusuk jadi Sate penyu berkhasiat
untuk obat dan ramuan kecantikan. Terutama di Tiongkok dan Bali, penyu menjadi
bulan-bulanan ditangkap, disantap, tergusur dari pantai, telurnya pun diambil.
Meski sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun
1999 tentang Pelestarian Jenis Tumbuhan dan
Satwa, yang melindungi semua jenis penyu, perburuan terhadap hewan yang
berjalan lamban ini terus berlanjut. Tingginya minat masyarakat untuk
mengkonsumsi telur penyu karena adanya anggapan bahwa telur penyu mampu
meningkatkan stamina pria. Sebenarnya, komposisi telur penyu sedikit lebih
tinggi (kadar gizinya selisih 1.24 %) dari telur ayam. Kandungan gizi telur
penyu mentah adalah protein 13.04 %, air 58.87 %, lemak 23.88 % dan kandungan
gizi telur penyu matang adalah protein 14.05 %, air 56.65 %, lemak 24.45 %
sedangkan komposisi gizi telur ayam utuh adalah protein 11.80 %, air 65.50 %,
lemak 11.00 % (Yusuf, a. 2000)
Sangat kecilnya presentase tersebut lebih
diperparah lagi dengan penjarahan oleh manusia yang mengambil telur-telur
tersebut segera setelah Induk-induk dari penyu tadi bertelur. Sangat di
sayangkan memang, walaupun beberapa daerah pengeraman alami telur penyu jauh
dari pemukiman penduduk, namun tidak luput dari perburuan illegal oleh
orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Kondisi ini semakin menurunkan
populasi penyu laut di lingkungan asli mereka. Keunikannya tidak akan
tampak lagi, saat banyak dari penduduk pantai merusak dan menjarah telur-telur
meraka, memburuh induk-induk meraka dan merusak rumah-rumah mereka (Suwelo, I.S., 1990)
Dewasa ini memang sangat mendesak adanya
upaya manajeman perlindungan lingkungan asli hewan ini yang tidak hanya berlaku
pada suatu kawasan perteluran hewan ini namun juga di beberapa daerah yang
merupakan jalur migrasi hewan ini dalam mencari makan. Upaya konservasi dan
perlindungan harusnya bukan hanya di atas kertas saja namun lebih kearah
praktek pemeliharaan yang rill guna menjaga kelangsungan hidup dan lingkungan
alami hewan ini. Tentunya upaya ini akan bermuara ke realitas perlindungan
lingkungan yang rill dan pemeliharaan biodiversity laut agar anak cucu kita
masih dapat menyaksikan hewan ini berenang lincah di lautan bebas (Suwelo, I.S., 1990).
BAB II. PEMBAHASAN
KONSERVASI PENYU DI ACEH
2.1 Gambaran Umum Tentang
Penyu.
Penyu laut adalah adalah hewan yang
menghabiskan hampir seluruh hidupnya di bawah permukaan laut. Penyu adalah salah satu anggota dari kelas Reptil dan filum Chordata. Penyu termasuk bangsa testudinata yang terbagi menjadi dua suku yaitu
Chelonidae. Cangkang penyu yang ringan namun keras berfungsi melindungi tubuh dari pengaruh
luar. Kaki penyu berubah menjadi sirip berbentuk dayung pipih yang lebar dan agak
memanjang. Bentuk ini memberikan kemampuan penyu untuk
bergerak bebas, berenang cepat menghindari pemangsa, merayap di darat dan
menggali lubang untuk bertelur. Induk
betina dari hewan ini hanya sesekali kedaratan untuk meletakkan telur-telurnya
di darat pada substrat berpasir yang jauh dari pemukiman penduduk. Untuk
penyu hijau, seekor Induk betina dapat melepaskan telur-telurnya sebanyak 60 –
150 butir. Dari 7 jenis penyu sisik yang
tersebar di seluruh dunia, 6 diantaranya ada di Indonesia. Seluruh jenis penyu sisik tersebut
kini dilindungi oleh pemerintah karena terancam punah (Yusuf, a. 2000)
2.2 Jenis-Jenis Penyu.
A. Penyu Hijau (Chelonia mydas)
Penyu hijau memiliki
ciri-ciri karapas berbentuk oval dengan 5 buah neural, 4 buah coastal, 10 buah
marginal dan bentuk karapasnya tidak meruncing di punggung serta memiliki kepala yang bundar. Memiliki sepasang
kaki depan dan sepasang kaki belakang, kuku
pada kaki depannya hanya satu, warna karapasnya
coklat atau kehitam-hitaman. Ukuran panjang penyu hijau antara 80150 cm dengan berat dapat mencapai 132 kg. Penyu hijau sangat
jarang ditemui di perairan beriklim sedang, tetapi sangat banyak tersebar di
wilayah tropis dekat dengan pesisir benua dan sekitar kepulauan. Penyu hijau
dewasa merupakan herbivora dengan makanan utamanya adalah lamun dan alga,
sedangkan tukik penyu hijau merupakan omnivora. Penyu hijau terdapat di kawasan
pesisir Afrika, India dan Asia Tenggara serta sepanjang garis pantai Australia
dan Kepulauan Pasifik Selatan (Yusuf,
a. 2000).
B.
Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea)
Penyu
lekang memiliki karapas berbentuk kubah tinggi, terdiri dari 5 pasang coastal scutes dimana setiap
sisinya terdiri dari 6-9 bagian, bagian pinggir karapasnya lembut. Penyu lekang
ini serupa dengan penyu hijau namun kepalanya lebih besar dan bentuk karapasnya
lebih langsing dan bersudut. Penyu lekang merupakan penyu karnivor, makannya
berupa kepiting, kerang, udang dan kerang remis (Yusuf,
a. 2000).
C.
Penyu
Sisik (Eretmochelys
imbricata)
Dikatakan penyu sisik karena seluruh
permikaan tubuhnya terselimutin oleh sisik,dan sisiknya tumpang tindih,warnanya
bervariasi ada yang warnanya kuning,hitam, dan coklat bersih.penyu sisik ini
selalu memilih kawasan yang gelap sunyi dan berpasi untuk bertelur (Yusuf, a. 2000).
D. Penyu Belimbing (Dermochelys
coriacea)
Penyu
belimbing merupakan penyu yang tidak bersisik dan dikatakan penyu yang terbesar
diantara penyu – penyu lainnya.penyu ini dikatakan penyu belimbing karna bentuk
tubuhnya menyerupai bentuk buah belimbing.tubuhnya diselimuti oleh lapisan
tipis,lunak namun sangat kuat dan elastis layaknya kulit.penyu ini memeliki kemampuan
menyelam yang luar biasa.tercatat mampu menyelam sampai kedalaman 1.000
meter.sangat fantastikberbeda dengan jenis penyu lainnya.penyu ini tidak
memeliki rahang yang cukup kuat untuk memecahkan biota laut yang keras (Yusuf, a. 2000).
E. Penyu Pipih (Natator
depressus)
Penyu
ini dikatakan penyu pipih karena penyu ini berbentuk pipih.penyu ini ditemukan
diaustralia meskipun sering ditemukan dilaut Indonesia,meskipun tidak bertelur
disini. Hal ini disebabkan karna letak geografis.kedua Negara (Yusuf, a. 2000).
F. Penyu Tempayan (Caretta caretta)
Warna
karapanya berwarna coklat kemerahan,kepalanya yang besar dan paruh yang
bertumpuk.penyu berbentuk tempayan banya bertelur didaerah subtropis.kadang –
kadang ditemukan didaerah perairan Indonesia (Yusuf, a. 2000).
2.3 Habitat Penyu
Habitat adalah suatu daerah
yang ditempati makhluk hidup, memiliki komponen biotik dan
abiotik, berupa ruang, lahan, makanan, lingkungan dan makhluk hidup lainnya. Penyu hidup di dua habitat yang
bebeda yaitu habitat darat sebagai tempat peneluran (nesting
ground) yang memiliki beberapa
karekteristik dan habitat laut sebagai habitat utama bagi keseluruhan hidupnya. Habitat darat merupakan tempat
peneluran (nesting ground) bagi penyu betina.
Dalam satu kali musim peneluran penyu akan bertelur tiga kali dengan rata-rata jumlah telur 110 telur (Yusuf, a. 2000).
Penyu memiliki
kecenderungan memilih
tempat tertentu sebagai pantai penelurannya. Umumnya pantai penelurannya adalah daratan luas dan landai yang terletak
di atas pantai dengan rata-rata kemiringan 30°
serta diatas pasang surut antara 30 sampai 80 meter, memiliki butiran pasir tertentu yang mudah digali dan
secara naluriah dianggap aman untuk bertelur. Selain itu pantai yang didominasi
oleh vegetasi pandan laut memberikan rasa aman tersendiri bagi penyu yang
bertelur. Idealnya dalam proses peneluran penyu ada beberapa faktor yang dapat mendukung
aktivitas tersebut seperti suasana yang sunyi, tidak terdapat penyinaran dan
tidak ada aktivitas pergerakan yang dapat mengganggu penyu menuju pantai (Ismu
Sutanto Suwelo, dkk, 1992)
Habitat laut merupakan
tempat yang utama bagi kehidupan penyu. Perairan tempat hidup penyu adalah laut
dalam terutama samudera di perairan tropis, sedangkan tempat kediaman penyu adalah
daerah yang relatif agak dangkal, tidak lebih dari 200 meter dimana kehidupan
lamun dan rumput laut masih terdapat. Daerah yang lebih disukai penyu adalah
daerah yang mempunyai batu-batu sebagai tempat menempel berbagai jenis makanan penyu
dan berbagai tempat berlindung. Chelonia mydas tergolong herbivora yang mencari
makan pada daerah-daerah yang dangkal dimana alga laut seperti Zostera, Chymodocea,
Thallasia dan Hallophila masih dapat tumbuh dengan baik (Yusuf,
2000)
Penyu hijau adalah jenis
penyu yang tahan terhadap kisaran suhu yang lebar (eurythermal),
meskipun demikian penyu hijau ditemukan lebih aktif bergerak di laut sub tropis
bersuhu 18°C - 22°C dan di laut tropis bersuhu 26°C-30°C. Penyu hijau pernah
ditemukan di Laut Izu (Jepang) pada musim dingin ketika suhu mencapai 13°C.
Pada suhu seperti ini, gerakan penyu hijau menjadi lemah (Ismu Sutanto Suwelo,
dkk, 1992)
2.4 Penyebab Kepunahan
Penyu
Penyebab
punahnya penyu adalah dikarenakan oleh ulah manusia, manusia merupakan predator
yang menfaatkan penyu untuk kebutuhan hidupnya.manusia memanfaatkan penyu untuk
dikonsumsi, dijadikan perhiasan untuk ambil cangkangnya, telur – telur penyu
diambil dan diperjual belikan dipasar untuk mendapatkan uang.selain manusia
kepunahan penyu juga disebabkan oleh lingkungan yang tidak memungkinkan
terhadap penyu yang tidak memungkinkan penyu untuk beradaptasi (Suwelo, I.S., 1990).
2.5 Upaya Pelestarian Penyu
Agar penyu tetap lestari dan berkembang
menjadi banyak maka perlu dilakukan, menurut Suwelo,
I.S., (1990) sebagai berikut :
1. Dibuatnya
Peraturan Perundang - Undangan Tentang Penyu.
Dengan
dibuatnya peraturan – peraturan tentang penyu kepada masyarakat terutama
nelayan yang aktivitas – aktivitas sehari – harinya berada di laut agar tidak melakukan
penangkapan terhadap penyu baik telur atau penyu itu sendiri.jika hal itu
terjadi maka akan dikenakan sangsi sesuai dengan undang – undang yang berlaku.
2. Tidak
Mengkonsumsi Penyu
Selain tidak menangkap kita
juga jangan mengkonsumsi baik dagin atau pun telurnya, kita bisa menggantikan
lauk makanan dengan sayuran atau ikan ikan yang banyak dan mudah kita dapat.dan
tidak langka di laut.
3. Tidak
Melakukan Pemburuan Penyu
Untuk mempertahan kan penyu
tetap lestasi sepatutnya kita tidak malakukan pemburuan terhadap penyu,untuk
kesenangan semata karena penyu merupakan hewan penjasa keseimbangan ekosistem
laut.
4.
Tidak Membuang Sampah
(Plastik) Dilaut
Pembuangan sampah juga
berakibat terhadap keselamatan penyu. Terutama sampah plastik sangat berbahaya
karena dikinya plastik tersebut dianggap ubur – ubur yang merupakan makanan
bagi penyu,oleh karenanya pemerintah melarang pembuangan sampah plastic ke
laut.karena akan mengakibatkan terancamnya penyu – penyu bahkan menyebabkan
kematian.
5.
Melakukan Penangkaran
Tujuan melakukan pengkaran
yaitu agar penyu – penyu terhindar dari kepunahan baik penangkaran secara
exsitu maupun insitu.
6.
Tidak Mengganggu
Penyu Yang Sedang Bertelur
Penyu sangat peka jika saat
mengeluarkan telurnya diganggu baik manusia,hehan lainnya penyu tersebut akan
mengahiri telurnya dan kembali kelaut, penyu akan bisa bertelur kembali setelah
mencapai dua tahun.
2.6 Upaya Konservasi Penyu Di Aceh.
Tak bisa dipungkiri, banyak terjadi perburuan telur penyu di wilayah
pantai Aceh. Telur penyu bisa dengan mudah ditemui dipasar, diperjualbelikan
secara bebas. Padahal penyu saat ini merupakan hewan yang terancam punah
sehingga kelestariannya harus dijaga. Namun menjaga kelestarian penyu bukan hal
yang mudah ditengah maraknya pemburuan telur penyu.
Upaya-upaya konservasi yang dilakukan selama ini oleh WWF-Indonesia Program
Aceh bersama tim LSM A.P.A adalah dengan mendorong qanun tentang konservasi
khusus perlindungan penyu di Panga, Kabupaten Aceh Jaya yang di bantu oleh Tim
Konservasi Aroen Meubanja yang di ketuai Muniardi AR yang berkedudukan dan
terbentuk di panga. Qanun ini telah mencapai pembahasan tahap akhir, di
perkirakan awal tahun depan sudah bisa di aplikasikan pengunaanya. Konservasi
penyu di panga telah di mulai dari tahun 2012 dan di motori oleh Tim Konservasi
Aroen Meubanja, dan telah menyelamatkan kurang lebih 24 sarang dan trus
berlanjut. Di harapkan dengan di sahkan qanun tentang penyu ini dapat
meminimalisir, menghambat perburuan telur penyu liar serta menyadarkan
masyarakat tentang pentingnya penyu bagi ekosistem laut dan masyarakat tetap
mendapatkan manfaat dari penyu ini tetapi bukan dari telur dan daging penyu
tetapi dari ekosistem laut yang tetap terjaga.
Sementara itu, dari tempat lain di daerah pantai kabupaten aceh besar
seperti Ujung Pancu, Lhoknga, Lampuuk dan pantai Syiah kuala. Lembaga jaringan
Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (KuALA) mereka
mencoba memunculkan sebuah kesepakatan pengelolaan konservasi penyu
di wilayah Aceh Besar. Konsepnya menawarkan
kesepakatan dimana semua pihak mendapat bagian dari pengambilan telur penyu jika
pemburu ada tiga orang mendapatkan 10 telur, maka telur-telur ini dibagi kepada
empat pihak, termasuk alam sebagai salah satu pihak. Telur yang menjadi bagian
alam tidak boleh diambil tetapi dibawa ke tempat penangkaran agar bisa menetas.
Selain kesepakatan pembagian hasil, juga ada kesepakatan membentuk tim patroli
bersama dengan bekas pemburu telur penyu. Bekas pemburu ini diajak untuk masuk
tim patroli dalam rangka konservasi penyu termasuk saat proses pelepasan dan
penangkaran. Selain itu jaringan KuALA juga membeli telur penyu dari pemburu
walaw tindakan ini tidak populer kerna tidak mendidik masyarakat khususnya
pemburu telur penyu dan menghabiskan dana karena sehingga para pemburu akan
terus bersemangat untuk mencari telur penyu. Selain itu jaringan KuALA
mengedukasi masyarakat dengan diadakannya pelatihan, jadi masyarakat yang telah
mendapatkan pelatihan mampu mengidentifikasi jenis penyu. Jaringan KuALA berharap
ke depan masyarakat semakin sadar akan keberadaan penyu dan dapat
melestarikannya sehingga anak cucu kita dimasa depan akan terus melihat penyu.
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Penyu merupakan binatang purbakala yang
masih hidup sampai sekarang, terdapat bermacam – macam jenis berdasarkan bentuk
fisiknya, berkembangbiak dengan cara bertelur dan melepaskan telurnya didalam
pasir, konservasi penyu bertujuan untuk melindungi jenis penyu dari kepunahan
agar penyu selalu hidup dan menjadi lebih banyak.penyu hidup diair laut akan
tetapi bernafas dengan paru – paru. selain itu juga dilakkukan penangakaran
penyu agar penyu – penyu dapat lestari. makanan penyu adalah alga yang ada
dilaut, penyu memiliki manfaat yaitu dapat dijadikan objek penelitian, penarik
wisatawan, penjaga keseimbangan ekosistem.
Selama ini WWF-Indonesia Program Aceh
telah melakukan kegiatan konservasi penyu di panga dengan mendorong pembuatan
qanun adat tentang penyu di panga dan telah memasuki tahap akhir yaitu
penandatanganan qanun adat tentang penyu di Mukim Panga, Kabupaten Aceh Jaya.
Sedangkan di aceh besar telah di lakukan konservasi penyu oleh jaringan kuala
dengan cara membagi hasil tangkapan telur penyu oleh pemburu, membli telur dari
pemburu dan juga dilakukanya pelatihan dan sosialisasi yang di harapkan dapat
menumbuhkan pengetahuan dan keinginan masyarakat untuk konservasi penyu
sehingga penyu dapat lestari.
3.2
Saran.
Dalam perlindungan penyu, perlu kerja
keras semua pihak, bukan hanya dari pemerintah dan LSM pengiat lingkungan yang
giat dalam penyelamatan penyu dan habitatnya, tapi peran serta masyarakat
sangat penting dalam penyelamatan penyu agar terus lestari.
DAFTAR PUSTAKA
Ismu, Sutanto Suwelo, dkk. 1992. Penyu sisik di indonesia.
Oseana, volume xvii, nomor 3 : 97-109.
Ka, U.W.H.T. 2000. mengenal penyu . Terjemahan akil yusuf,
yayasan alam lestari, Jakarta.
Nuitja, I. N. S. 1997.Konservasi dan pengembangan penyu di
indonesia.prosiding workshop penelitian dan pengelolaan penyu di indonesia.
Wetlands international, Bogor. Pp. 29 – 40
Nuitja, I.N.S. Dan I. Uchida. 1983. Studied in the sea turtle
ii (the nesting site characteristics of hawksbill and green turtle). A
journal of museum zoologicium Bogor, Bogor.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi laut. Gramedia pustakautama.
Jakarta.
Suwelo, I.S., 1988. Hawksbill turtle protection and utilization. turtle
workshop. Himeji, 2 - 3 august. 6 pp.
Suwelo, I.S., 1990. Hawksbill turtle in Indonesia.symposium on
the resource management of the hawksbill turtle.nagasaki 19-22 november.
Yusuf, a. 2000. mengenal penyu. Yayasan alam lestari.
Jakarta
No comments:
Post a Comment